
Jogjakarta Pojokkota,19 Agustus 2025
Berlokasi di Jl. Cik Di Tiro No. 5 Yogyakarta tepatnya di halaman Rumah Sakit Mata Dr. Yap Jogjakarta sekitar jam 13.00 WIB, sekelompok orang jumlah 6 orang mendatangi seorang pasien rumah sakit mata yang baru saja menjalani operasi mata sebelah kiri (mata masih belum normal dan mata kanan silau karena sebelah kiri bengkak merah).
Pada saat pasien tersebut mau naik mobil di datangi beberapa orang tersebut salah satu mengaku bernama DSP dan yang lainya mengepung mobil tersebut seolah-olah pemilik mobil ini sebagai pencuri yang mau kabur. Pemilik mobil bertanya anda siapa? Dijawab saya eksternal CIMB Niaga Finance Jogja, ketika ditanya sertifikat profesi tidak menunjukkan sertifikat profesi sebagai depkolektor. Hanya menunjukan surat kuasa dari CIMB itupun ketika ditanya identitas masing-masing orang berbelit belit tidak ditunjukkan. Masih menurut hasil wawancara awak media pojokkota dari pasien RS. YAP yang dalam perjalanan dari jogyakarta
Maksud kedatangannya mau mengajak pasien ke kantor CIMB Jogja untuk negoisasi dengan alasan mobil menunggak 7x mereka menganggap pemegang mobil ingkar janji dan waktu itu mereka intinya yang pegang mobil saat itu bukan atas nama makanya mereka bersikukuh masih minta mobil. Dijawab oleh pemilik memang kita bukan atas nama, tapi saya pemilik mobil yang bpkbnya dipinjamkan di CIMB (bukan kredit mobil). Tetapi memijamkan BPKB sebagai jaminan dan atas nama di PK hanya pinjam KTP. Karena berdebat tidak ada titik temu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan pemilik mobil mengajak ke kantor kepolisian terdekat agar mendapatkan perlindungan hukum.
Sesampainya di kepolisian pihak pemegang mobil sudah menjelaskan ke pihak depkolektor kalau sebenarnya pihak debitur sudah beretiket baik atas keterlambatannya diminta 1x angsuran kalau mau melunasi mundur dan itu sudah dibayar, jadi sudah angsur Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) x 8 bulan. Tapi sudah nambah angsuran kok masih menyuruh eksternal menagih dan waktu itu CIMB Niaga sudah ke rumah pemilik mobil sepakat bayar 1x untuk mundur melunasi dan itupun juga dibuat secara tertulis.
Depkolektor menulis surat pernyataan sendiri karena pemegang mobil menolak membuat maupun tanda tangan apapapun. Pemilik mobil menolak tanda tangan maupun pernyataan surat dan lain-lain tetapi dipaksa dengan mengepung pemegang mobil yang sebenarnya memang pemegang mobil ini yang punya asalnya dari beli second Rp.130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah).
Dengan adanya intimidasi pengepungan tersebut dan kemana-mana diikuti depkolektor, pemilik mobil merasa terancam dan tandatangan walaupun sudah ditolak. Pernyataan apapun ya tidak bisa dibaca karena kondisi mata sakit. Surat mobil STNK diminta dengan memaksa dan kunci mobil dipaksa menyerahkan pemilik mobil tidak menyerahkan kepada depkolektor, tetapi kepada Piket Reskrim sudah berpesan supaya tidak diserahkan siapapun karena juga an. PK juga tidak tanda tangan. Dan sebelumnya sudah ada kesepakatan mau pelunasan baru nego dan pemilik mobil masih operasi mata.
Setelah pemilik mobil menitipkan di kantor kepolisian termasuk kunci mobil pemegang / pemilik mobil kembali ke Jatim dan selanjutnya nego dengan CIMB Niaga Finance dikasih angka pelunasan dari angka Rp 114.000.000,- (seratus empat belas juta rupiah) menjadi Rp 76.200.000,- (tujuh puluh enam juta dua ratus ribu rupiah) mengingat sudah ngangsur Rp 28.000.000,- (dua puluh delapan juta rupiah).
Pihak atas nama dalam hal ini shy atas petunjuk finance CIMB supaya buat permohonan bermaterai di angka Rp 76.200.000,- (tujuh puluh enam juta dua ratus ribu rupiah). Ketika mau dibayar diminta melalui rekening mana sesuai rekening angsuran atau lain sampai tanggal 28 Agustus tidak dijawab dan berbelit-belit. Justru memberi petunjuk bisa ngangsur kalau dibayar 8x sngsuran plus bayar depkolektor Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) + lsgi 10% dari Rp 76.200.000,- (tujuh puluh enam juta dua ratus ribu rupiah). Padahal sebagai debitur sudah nambah anngsuran 1x jadi 8x bilang bisa mundur itupun diingkari janjinya, belum dua bulan sudah menyuruh depkolektor menagih.
Ini yang menugaskan depkolektor finance CIMB justru, anehnya debitur kok disuruh bayar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kepada pihak ketiga yang dari awal tidak ada kesepakatan apapun termasuk dalam perjanjian kredit, melunasi Rp 76.200.000,- (tujuh puluh enam juta dua ratus ribu rupiah) memang wajib, belum satu hari sudah berubah nasabah supaya nego dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dikasih uang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak mau secara sukarela dikasih, mereka tetap minta Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Makanya politikus Fahri Hamsah mengatakan dalam I.L.C bahwa negara kita ini sudah bukan negara hukum tetapi negara preman, ya ini dilaksanakan diberlakukan di finance CIMB Niaga sampai detik ini masih ada dilakukan tindakan premanisme termasuk bunga finance CIMB pun yang diberlakukan sudah melangar ketentuan yang berlaku. Dengan adanya kasus ini dapat disimpulkan yang melanggar aturan dari pihak finance CIMB Niaga (dalam hal ini debitur dibebani membayar depkolektor Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)).
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang paling signifikan tentang fidusia adalah Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang pada intinya menyatakan bahwa prosedur eksekusi jaminan fidusia harus dilakukan melalui pengadilan dan tidak bisa sepihak oleh kreditur, serta menegaskan bahwa frasa “cedera janji” tidak bisa ditentukan sepihak oleh kreditur. Pokok-pokok Putusan MK 18/PUU-XVII/2019: Eksekusi Harus Melalui Pengadilan: Kreditur tidak bisa melakukan eksekusi benda jaminan fidusia secara sepihak atau memaksa, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi ke pengadilan. Tidak ada eksekusi sewenang-wenang ketentuan yang memberikan hak kepada penerima fidusia untuk menjual objek jaminan atas kekuasaannya sendiri karena debitur cedera janji (wanprestasi) dianggap berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang dan kurang manusiawi.
Penegasan makna “cedera janji” wanprestasi, frasa wanprestasi dalam undang-undang tidak boleh ditentukan secara sepihak oleh kreditur, melainkan harus ada kesepakatan mutual antara kreditur dan debitur atau atas dasar putusan pengadilan yang menentukan terjadinya wanprestasi. Dampak putusan MK: perlindungan hukum putusan ini bertujuan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada debitur dan menciptakan keseimbangan antara posisi debitur dan kreditur. Perubahan mekanisme bisnis: proses bisnis lelang terkait jaminan fidusia harus disesuaikan untuk mematuhi putusan MK tersebut. Mekanisme bisnis: proses bisnis lelang terkait jaminan fidusia harus disesuaikan untuk mematuhi putusan MK tersebut.
Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021: Putusan ini juga mengukuhkan poin-poin dari Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan menegaskan bahwa pengajuan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri adalah alternatif jika tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur mengenai wanprestasi atau penyerahan objek jaminan secara sukarela.
Dan menurut frasa keputusan MK No.18 pernyataan ataupun surat apapun yang ditulis sendiri oleh depkolektor tanpa persetujuan debitur secara sukarela bisa dianggap cacat hukum dan menciderai frasa cidera janji yang dimaksudkan dalam keputusan MK No. 18 tahun 2019, tidak dibenarkan menganggap cidera janji hanya sepihak (dari kreditur). Karena pada saat itu pemilik mobil sudah menolak menyerahkan apapun tetapi dengan memaksa meneror mengikuti kemanapun debitur jalan itupun sudah melakukan ancaman, tidak manusiawi bagi seorang yang dalam kondisi tidak sehat. Dalam perjanjian kredit dengan finance CIMB Niaga debitur tidak kredit mobil tetapi pinjam uang dengan jaminan BPKB. Dalam hal ini dianggap perjanjian antara finance CIMB niaga cacat hukum karena nasabah dianggap kredit mobil.
Menurut teori hukum Jeremi Betham “bahwa hukum yang baik adalah yang bermanfaat yaitu memberikan kebaikan (happines) sebanyak mungkin kepada setiap orang, masyarakat atau warga”.
Saat berita ini ditulis Kapolresta/Kasatreskrim Jogjakarta belum dapat dikonfirmasi.
Dihimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak melakukan pinjaman kepada bank atau finance yang menerapkan bunga setingkat renternir, dalam hal ini bisa dipidanakan bila terbukti melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana K.U.H.P. (Bersambung…)
Penulis / Editor : Redaksi Pojokkota